Bila Wanita Meminang Pria
Wanita
meminang pria? Memang itu bukan hal yang lazim, namun ternyata hal itu tidak
bertentangan dengan syariat. Hanya saja seorang wanita harus benar-benar siap
sebelum mengambil langkah ini.
"Kaget!
Jujur, itu yang saya rasakan sewaktu ada yang meminta saya," komentar Tedi
(bukan nama sebenarnya). Hari itu ia didatangi dua orang wanita, mereka
bertanya, apakah ia sedang dalam proses meminang?
"Mengapa?" Tanya
Tedi. Ternyata kedua wanita itu membawa misi dari seorang teman yang
menginginkan Tedi menjadi suaminya.
"Ada
apa ini? Saya sampai menelepon ustadzah tempat wanita itu mengaji untuk
menanyakan ada apa sebenarnya. Saya hanya takut ada tujuan lain yang melanggar
syariah," lanjut Tedi.
Kekagetan
seperti itu wajar dialami Tedi karena peristiwa tersebut termasuk barang langka
terjadi, terutama dalam budaya timur. Namun Alhamdulillah banyak yang
memberinya masukan, beserta hadits dan contoh kasus pada zaman Rasulullah SAW
dulu. Barulah Tedi mengaku hatinya terbuka dan menganggap hal itu wajar.
Rasa
janggal ini sebenarnya bukan hanya dirasakan Tedi sebagai pihak yang dilamar,
para wanita pun merasakan hal yang sama. Dari kebanyakan wanita yang Safina
temui menyatakan lebih baik menunggu ketimbang bergerak berani menawarkan diri
untuk dilamar. Rata-rata dari mereka mempertimbangkan harga diri perempuan yang
harus dijunjung tinggi serta budaya timur yang agaknya masih menabukan hal ini.
Pada
sisi lain mereka menyatakan salut dengan keberanian Khadijah, ra yang berani
meminang Rasulullah, namun mereka menyangsikan kesediaan ataupun kesiapan pria
zaman sekarang untuk dimengerti.
Kekhawatiran
para wanita ini dianggap wajar oleh Rahmi Dahnan psikolog lulusan UI. Ia
menjelaskan, "mungkin fitrahnya perempuan itu cenderung pemalu." Ia
juga menambahkan bahwa pola asuh di daerah kita cenderung mengajarkan perempuan
itu menunggu, perempuan itu pasif. Sehingga ketika ada seorang perempuan yang
ingin melamar pria, banyak orang yang memandang sebelah mata, dan ada komentar-komentar:
"ih ini orang berani benar sih, kok nggak malu ya." Jadi hal-hal
inilah, menurut Rahmi, yang kemudian menjadi penghambat perempuan berani
melakukan hal itu. "Mereka lebih memilih menahan diri, walaupun sebetulnya
tidak ada larangan untuk meminang lelaki lebih dulu," jelas ibu tiga anak
ini.
Namun
ternyata tidak semua wanita mengalami sindrom kekhawatiran seperti ini. Selain
wanita yang telah berani meminang Tedi diatas, Safina beruntung bertemu dengan
syahidah (30 tahun) yang dengan terbuka bercerita bahwa memang ia pernah minta
dinikahi oleh seorang pria, namun sayangnya keinginannya itu mendapatkan
halangan dari orang tua pria. Yang menggerakkannya untuk berani melakukan itu
adalah kwalitas agama dan kepribadian pria tersebut yang cukup baik, selain
itu, "Saya waktu itu berpikir, kalau memang dia yang terbaik dari Allah,
ke mana pun, kapan pun, di mana pun, saya pasti menikah dengannya. Nggak
penting saya atau dia yan mengajak. Terus terang juga, saya pernah membaca
bahwa sesungguhnya dulu Siti Khadijah-lah yang berinisiatif melamar Rasulullah.
Tentu dengan cara yang halus."
Keberanian
seperti ini tidaklah salah. Ustadz Daud Rasyid, seorang doktor bidang hadits
menanggapi hal ini dengan sangat positif, "Tidak ada persoalan wanita
meminang pria. Secara hukum sama sekali tidak ada persoalan, bahkan ia sangat
diperbolehkan menurut syariat. Wanita boleh mengajukan diri untuk
dipinang," jawab beliau tegas. Tedi bahkan mengalami hal ini dua kali,
yang kedua saat ia sedang dalam proses meminang, "Karena saat itu saya
juga sedang dalam proses, ya saya terpaksa menolak lagi."
Tapi
Tedi menambahkan, walau awalnya ia menganggap hal ini tidak lazim, karena
jarang terjadi, selama cara-cara yang dilakukan tidak bertentangan dengan
syariah, mungkin sah-sah saja seorang wanita memulai duluan. Terlebih sudah ada
contoh pada Siti Khadijah. Hanya mungkin si wanita perlu mempertebal mentalnya.
Memang
dalam langkahnya meminang pria, wanita perlu mempunyai kesiapan. Pertama ia
harus benar-benar tahu kwalitas si lelaki.
Yang
kedua ia harus cukup mempunyai kekuatan mental menerima penolakan dari pria
yang dilamarnya. Rahmi menjelaskan, "Tak ada salahnya wanita meminang
pria, tapi harus didukung juga oleh beberapa hal, diantaranya keyakinan dan
pemahaman perempuan itu terhadap kwalitas lelaki yang akan dikhitbah, ia juga
harus berpikir, apakah ia sepadan dengan lelaki itu, artinya dia juga harus
siap ditolak mentah-mentah."
Menurut
psikolog yang aktif di Yayasan Buah Hati ini siapa juga mempertimbangkan bibit,
bobot, dan bebet. "Laki-laki juga tidak akan sembarangan menolak, ia juga
akan melihat, jika perempuan yang meminang itu orang yang berkwalitas, kenapa
tidak," tambahnya.
Berarti
pemahaman agama pria menjadi pertimbangan utama untuk menjadikannya layak
dijadikan 'target'. Tedi menjelaskan, "Dari kabar yang saya terima, wanita
pertama yang meminang saya menyukai saya, setelah sering menyaksikan saya dalam
forum-forum keagamaan. Menurut dia saya berwawasan luas dan dewasa, walau usia
saya lebih muda. Alhamdulillah Allah membukakan pintu Rahmat Nya."
Timbangan kwalitas pribadi jualah yang membuat Syahidah memberanikan meminang
pria seperti yang diceritakan di atas.
Namun
ternyata takdir tidak sesuai dengan keinginan Syahidah maupun wanita yang
meminang Tedi. Saat itu Tedi merasa belum siap secara mental maupun finansial,
"Selain itu saya sudah beberapa kali shalat istikharah, dan keputusan
akhir saya adalah menolaknya."
Namun
masalah tidak selesai sampai di sini, sebagai pria baik-baik, Tedi menyadari
benar bagaimana perasaan seorang wanita. Dengan perasaan bersalah,Tedi terpaksa
menyampaikan penolakan itu melalui rekan wanita tadi dan ustadzahnya.
Rupanya
kekhawatiran Tedi cukup beralasan, konon kabarnya wanita tersebut sempat kecewa
dalam kurun waktu agak lama. Sebab ia merasa yakin bahwa jawaban dari
shalat-shalat istikharahnya adalah Tedi. Tapi takdir berkata lain.
Berbeda
dengan Syahidah, wanita ini tampaknya cukup tegar menghadapi kenyataan. Ia
tetap bersikap positif, bahkan menganjurkan saudari-saudarinya untuk mencoba, "Jangan
terlalu takut malu, jangan terlalu tajut gagal. Ingat-ingat aja siti Khadijah,
kalaupun gagal - dalam artian sang pria menolak - yakinlah, suatu saat nanti
saat kita menggendong bayi mungil dalam pelukan dan merasa sangat bahagia, rasa
malu akibat penolakan tidak akan teringat lagi. Dengan kata lain, sedih yang
kita rasa sekarang, belum tentu akan terasa lama. Lagian kalo dia nggak mau,
berarti rugilah dia... Apalagi kita sendiri tahu kwalitas diri kita."
Bagaimana
Meminang Lelaki
Meminang pria pada dasarnya sah-sah
saja. Tapi langkah ini bukan tak beresiko, diantaranya rasa malu dan sakit
akibat penolakan. Bagaimana langkah antisipasinya berikut wawancara dengan
Rahmi Dahnan, psikolog.
T: Sebetulnya khitbah itu apa
hanya hak lelaki?
J: Sebetulnya ada dua ya, boleh
lelaki dan perempuan. Contohnya pada zaman Rasulullah SAW, waktu itu Siti
Khadijah mengutus seseorang untuk mengatakan pada Rasulullah bahwa ia
menyukainya dan berniat meminangnya. Sebetulnya di suatu daerah pun (Pariaman,
Sumatera Barat) ini bukanlah hal yang aneh, di mana pihak keluarga perempuan
meminta untuk meminang kepada keluarga lelaki.
T: Padahal kan sudah ada contoh kasus tentang hal ini
ya (Siti Khadijah dan Rasulullah SAW), tapi masih saja tak lazim untuk
dilakukan. Kesannya wanita tidak punya hak yang sama dengan lelaki, hanya
menunggu dipilih, tidak boleh memilih.
J: Sebetulnya ia cuma karena faktor
kebiasaan ya, jangan sampai hal yang biasa itu membelakangi syariat. Ada nggak sih larangan
dalam Islam kalau wanita itu meminang duluan, nggak kan? Jadi Cuma karena kebiasaan aja, secara
psikologis mereka masih terbebani budaya-budaya kita bahwa lelaki itu yang
memulai duluan, perempuan itu pasif. Sebetulnya bisa dijembatani dengan
melakukan negosiasi, jika perempuan itu menyukai lelaki itu, bisa dinego
bagaimana caranya jadi si lelaki yang melamar duluan. Jadi sebetulnya yang
menghambat dan yang menjadikannya tidak lazim hanya faktor "tidak
biasa".
Jadi sekali lagi jangan sampai
faktor dan kebiasaan dan budaya yang ada membelakangi syariat, yang harusnya
boleh, Cuma karena tidak biasa jadi tidak mau melakukannya. Tentunya juga harus
dilihat tujuan kita meminang lelaki itu karena apanya. Karena keturunannya,
hartanya, ketampanannya atau agamnya. Kalau karena agamnya, ya kita tidak boleh
malu, malulah hanyan pada Allah. Kalau misalnya kita mengidam-idamkan dia di
belakang tabir, sementara kita tidak tampakkan perasaan kita, tapi hati kita
susah berpaling, ini kan
namya zina hati. Mendingan dipastikan saja, dia suka kita atau tidak. Tapi tetap
harus minta petunjuk Allah dulu dengan istikharah, yaa Allah kalau ia baik
untukku tunjukanlah, maka saya akan memulainya.
T: Mengapa perempuan sensitif
menghadapi penolakan, bahkan ketika ada seorang wanita menawarkan diri kepada
Rasulullah SAW, Rasulullah lebih memilih tidak menjawab sebagai tanda
penolakannya.
J: Karena memang haknya perempuan
itu dia secara emosional lebih dominan, Allah menciptakan wanita dengan
kematangan otak sebelah kiri dibanding laki-laki. Kalau laki-laki kan lebih rasional,
artinya cinta ditolak ya cari yang lain. Kalau wanita ditolak kan mungkin rasa malunya lebih besar
ketimbang logikanya, ketimbang berpikir positif.
T: Cara-cara seperti apa yang
bisa dilakukan seorang perempuan dalam meminang lelaki, tanpa membuatnya malu.
J: Ada pepatah katakanlah dengan bunga, jadi
pakai bahasa isyarat ya, tidak langsung mengatakan secara gambling, karena
beban mentalnya akan lebih berat. Mungkin dia bisa melalui surat, atau memakai jasa orang
kedua,ibaratnya memakai mat comblang, atau messenger (pengirim pesan) untuk
menyampaikan pesan bahwa ia punya keinginan pada pria itu.
T: Mungkin perempuan takut
memulai, karena khawatir diremehkan nantinya. Nanti kalau rumah tangganya ada
konflik, mungkin suaminya akan bilang, "lho kan dulu kamu yang mau sama saya."
J: Itu tergantung bagaimana
komunikasi sesudah pernikahan. Memang pernikahan membutuhkan persiapan
sebelumnya, perlu adaptasi juga, karena hidup itu juga sebuah proses. Misalnya
diawal perempuannya yang minta, ini juga tergantung pemahaman si lelaki. Ya
memang perlu kesiapan mental si perempuan kalau tiba-tiba suatu saat ia
diremehkan.
T: Bagaimana cara si perempuan
menyelidiki lelaki yang ia minati, tanpa ketahuan kalau ia menyukainya.
J: Memang akan timbul
perasaan-perasaan tidak nyaman ya, mungkin kalau ia punya teman yang kenal
lelaki itu, mungkin ia bisa korek-korek. Pastinya teman kita akan bercerita dan
memberikan informasi-informasi. Atau kalau kita bisa tanya dengan saudara
perempuan lelaki itu, saya rasa bukan hal yang memalukan. Apalagi kalau kitanya
baik, cara kitapun baik pendekatannya, artinya tidak berlebihan dan tidak
melanggar syariat, dengan pendekatan emosi yang perlahan-lahan, orang pasti
akan menyambut baik, bahkan mungkin kita mendapat dukungan dari keluarga si
lelaki itu.
T: Keberanian ini berlaku juga
bagi yang ingin meminang pria beristri?
J: Ya, itu hak orang, mana yang ia
suka apakah bujangan, atau duda atau yang sudah beristri. Tapi sebagai sesama
perempuan, mungkin kita dituntut punya rasa empati terhadap istri pertamanya,
apakah ia rela suaminya menikah lagi. Kecuali kita tahu istri pertamanya sedang
mencari istri kedua untuk suaminya, ya maju aja terus.***
Dari
Majalah Safina, Memandu Kalangan Muda Berkeluarga
Edisi No. 2 Tahun I, Dapatkan di Toko/Kios Majalah Terdekat di Kota Anda
Edisi No. 2 Tahun I, Dapatkan di Toko/Kios Majalah Terdekat di Kota Anda
0 komentar:
Posting Komentar