Selasa, 22 Oktober 2013

Memoar Senja


Tubuh Navi, Zaini, dan Amri telah belepotan dengan lumpur coklat. Baju mereka pun basah kuyup karena bermain air. Mereka tiada henti tertawa cekikikan di pinggir sungai. Tiap sore, mereka memang pergi ke sungai untuk menggembala itik. Amri, sisulung, memandangi matahari yang mulai perlahan bersembunyi ke peraduannya. Navi, kakak kedua, memandangi wajah Amri yang nampak serius mengamati fenomena kebesaran Tuhan itu. Zaini, si bungsu, pun tak mau ketinggalan ikut meresapi suasana senja sore itu. Tanpa disengaja, mereka secara bersamaan bertanya-tanya dalam hati. Sebuah pertanyaan yang mengusik nalar manusia. Mengapa Tuhan mengganti siang dengan malam dan sebaliknya?

Tak tersadar, mereka terdiam merenung untuk beberapa lama. Bias merah senja berubah kian gelap. Amri tergugah dari renungannya. Ia menepuk kedua adiknya dan mengajak mereka pulang. Sepanjang perjalanan, mereka mengawal dan menggiring itik hingga sampai rumah dengan wajah ceria. Mereka memang begitu berbakti kepada orang tua. Ketiganya jarang sekali menggerutu bila diperintah oleh orang tuanya. Paling tidak, mereka berusaha selalu mengucapkan kata-kata yang baik dan santun kepada orang tua.

Sesampainya di rumah, Khumaira telah menunggu kedatangan putra-putranya di teras dengan senyum mengembang. Zaini, yang masih berumur 12 tahun, langsung berlari menghampiri ibunya. Zaini memang suka bermanja-manja dengan ibunya. Maklum, dia adalah anak bungsu. Sementara itu, kedua kakaknya langsung menggiring itik masuk ke kandang. Setelah semua itik masuk kandang, mereka mandi secara bergantian.

Tak lama kemudian, lantunan azan yang menggetarkan jiwa terdengar dari masjid yang tak jauh dari rumah mereka. Azan itu dikumandangkan oleh Robi. Ia adalah takmir masjid yang setia menjalankan tugasnya. Karena ayahnya telah wafat sewaktu ia masih SD, Robi pun menjadi pendiam. Ia tidak seperti anak-anak pada umumnya yang banyak bertingkah. Mungkin, ia lebih memilih untuk berkhidmat merenungi nasibnya. Tetapi, hal itu justru berdampak positif.Ia malah semakin mengerti hakikat hidup. Hingga kini, ia mantap menjalani tugasnya sebagai takmir masjid. Dari keikhlasannya itu, ia pun mendapat berkah yang bila dinilai secara material tak seberapa. Namun, ia selalu ingat ibunya ketika mendapat rezeki. Sekecil apapun rezekinya, ia selalu bersyukur dan langsung membawa pulang untuk dibagi dengan ibunya.

Azan pun selesai dikumandangkan.Mukhlis memanggil ketiga putranya untuk diajak shalat berjamaah di masjid.Sejak kecil, Mukhlis sudah membiasakan anaknya untuk shalat fardhu di masjid.Karena, ketiga anaknya adalah laki-laki.Mukhlis memberi pengertian bahwa masjid itu perlu dimakmurkan.Ia berkata kepada ketiga anaknya bahwa barangsiapa memakmurkan masjid maka orang itu akan mendapatkan keutamaan dan merupakan orang-orang mukmin. Amri, Navi, dan Zaini menjadi bersemangat untuk beribadah di masjid setelah mendengar perkataan ayahnya.

Sebelum masuk masjid, ayah dan ketiga putranya itu berdoa.Lalu, mereka shalat tahiyatul masjid dua rakaat.Tak lama kemudian, Robi berdiri dan mengumandangkan iqamat. Semua jamaah langsung berdiri dan bersiap menunaikan shalat maghrib. Pak Ramli menjadi imam shalat pada waktu itu.Beliau menengok ke barisan jamaahnya dan berkata agar saf diluruskan serta dirapatkan karena merupakan bagian dari kesempurnaan shalat.Takbir pertama memecah keheningan di petang itu, “Allahu Akbar”.

Pak Ramli membaca dua surat pendek. Surat yang pertama adalah surat Al-Ikhlas. Surat ini mengukuhkan keesaan Allah Swt bahwa tiada sekutu bagiNya.Dia tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan.Dia mengurus semua urusan di alam semesta ini baik di langit maupun di bumi.Baik yang tampak maupun tersembunyi, Dia berkuasa atasnya.Dia mengetahui yang gaib dan yang nyata.Tak ada satu pun makhluk yang menyerupai dan menandingiNya.

Surat yang kedua adalah surat Al-Maun. Surat ini mengajarkan kepada umat Islam agar berbuat baik kepada anak yatim dan orang miskin, bahkan bila mampu menyantuni serta memberi makan.Namun bagi yang belum mampu, mereka dapat menganjurkan orang lain untuk memberi makan dan menyantuni anak yatim serta orang miskin. Surat ini menerangkan pula bahwa celakalah orang yang shalat. Mereka shalat karena riya (ingin dilihat dan dipuji orang lain). Sehingga, mereka meninggalkan shalat ketika tidak ada yang melihat. Padahal, Allah Swt Maha Mengetahui atas apa yang mereka kerjakan. Surat ini pun mengajurkan agar kita saling tolong menolong dalam kebaikan.
Pak Ramli dan para jamaah duduk tahiyat akhir. Kemudian, Pak Ramli mendahului mengucapkan dua salam dan menoleh ke kanan serta ke kiri agar terlihat pipinya dari arah belakang.Selesai shalat, jamaah masjid berdzikir mengingat Allah Swt, mengucap syukur, dan bertasbih kepadaNya.Tak lupa, mereka membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW agar kelak mendapat syafaat dari beliau SAW di hari kiamat.Setelah itu, para jamaah berdoa menurut hajatnya masing-masing.Ketenangan menyelimuti sanubari mereka yang menyerahkan diri kepada Allah Swt.

Penyerahan diri yang seutuhnya kepada Allah Swt merupakan wujud keIslaman yang sejati. Karena, Muslim adalah sebutan bagi orang-orang yang menyerahkan diri hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa/Tuhan yang satu yaitu Allah Swt. Seberapa tinggi penyerahan diri mereka kepada Allah Swt, itulah manifestasi dari seberapa kuat keimanan mereka.

Seusai berdoa, Pak Ramli memimpin para jamaah yang masih berada di masjid untuk mengkaji Al-Quran.Tidak hanya membaca, Pak Ramli mengajak jamaah untuk mentadaburkan isi Al-Quran hingga kandungannya bisa meresap sampai ke hati tiap pembacanya. Pak Ramli mulai membaca taawud dan basmallah dilanjutkan surat Maryam. Beliau membaca ayat demi ayat dengan fasih, tartil, dan suara yang lembut.Para jamaah mengikuti bacaan Pak Ramli dengan penuh antusias. Tiap selesai satu ayat, mereka berhenti membaca huruf  hijaiah. Mereka lalu membaca terjemahan dari ayat yang baru dibaca.Terjemahan itu mereka baca hingga dua kali.Kemudian, Pak Ramli menjelaskan maknanya dengan panduan kitab tafsir Ibnu Katsir.Tak sembarang mengajar karena, Pak Ramli memang berlatar pendidikan S1 jurusan tafsir dari salah satu perguruan tinggi di Arab Saudi.
Jamaah terus mengkaji Al-Quran tanpa henti.Mereka merasa penasaran dengan kandungan firman-firman Allah Swt. Karena, firmanNya adalah pedoman yang pasti bagi orang yang percaya. Mereka dijamin tidak akan tersesat selama berpegang teguh terhadap Al-Quran dan sunnah Rasulullah Muhammad SAW.

Robi melihat jam tangannya. Waktu sudah menunjukkan saat untuk adzan Isya.Kumandangan azan kembali membahana di penjuru Desa Qolbun Salim itu. Jamaah yang tadi pulang setelah shalat maghrib kembali mendatangi masjid Nur Hidayah. Dulu, masjid itu dibangun dan diwakafkan oleh Pak Hamam.Beliau adalah orang kaya yang begitu dermawan dan rendah hati.Rumah beliau sering dipenuhi oleh orang miskin dan anak yatim yang diajak makan bersama beliau dan keluarganya.Hal tersebut membuat keluarga Pak Hamam merasa bahagia dan mendapat rezeki yang lebih berkah.
Tentu, Allah Swt ridho dan memperbanyak nikmatNya kepada hambaNya yang mau berbagi kepada sesama.Karena, rezeki yang diberikan kepada hamba yang dermawan tersebut juga menjadi rezeki bagi kaum dhuafa di sekitarnya. Bila kita berpikir dengan logika manusia, si A memberi uang kepada si B. Kemudia, si B ternyata suka membagi-bagikan apa yang ia dapat kepada orang lain yang membutuhkan. Oleh karena itu, si A lebih suka memberikan uang kepada si B daripada orang lain. Karena dengan memberi satu orang, orang lain pun mendapat bagian. Sehingga, si A dapat dianalogikan memberi kepada banyak orang sekaligus meski kenyataannya hanya memberi kepada si B.

Jamaah sudah duduk di masjid dengan tertib.Robi kembali berdiri untuk menyerukan iqamat.Jamaah mengikuti seruan itu dengan berdiri dan bersiap untuk shalat Isya.Pak Hamdi melangkah maju ke mihrab.Sekarang, beliau menjadi imam shalat menggantikan Pak Ramli.

Pak Hamdi memimpin shalat dengan khusyuk mulai dari takbiratul ikhram hingga salam. Para jamaah menikmati indahnya bersujud kepada Allah Swt dalam tiap rakaat shalat.Selesai shalat, mereka kembali berdoa dengan kata-kata yang baik dan lirih kepada Tuhan semesta alam.

Jam menunjukkan pukul 19.20 WIB. Jamaah mulai berhamburan keluar masjid.Masih di dalam masjid, Zaini dan Navi mengajak ayahnya untuk jalan-jalan keliling kampong sebelum pulang ke rumah. Pak Mukhlis bertanya kepada si sulung Amri, apakah ia mau jalan-jalan dahulu. Amri pun mengiyakan ajakan kedua adiknya itu.Lagipula, ia sudah lama tidak jalan-jalan keliling kampong malam-malam begini. Robi pun mendengar pembicaraan ayah dan anak-anaknya itu. Robi langsung menyahut untuk menanyakan apakah ia boleh ikut. Pak Mukhlis dengan senang hati mengajak lelaki muda itu untuk ikut bersamanya.Kemudian, mereka berlima keluar dari masjid dengan langkah tenang.

Sepanjang perjalanan, mereka berbincang-bincang dan bersenda gurau.Robi hanya sedikit bicara, namun celotehannya menghangatkan suasana.Mereka berjalan menuju jembatan yang runtuh separuh bagiaannya danberhenti beberapa saat.Mereka menikmati aliran sungai yang dipadu nyanyian hewan malam.Ketiga putra Pak Mukhlis sambil memandangi bintang dan bulan yang berdampingan menghias malam.Mereka berpikir mengapa bulan nampak lebih besar dari bintang.Sementara, Pak Mukhlis memberi wejangan dan motivasi untuk Robi agar tak patah semangat dalam menjalani hidup. Kini, Robi hanya memiliki seorang ibu karena ia tak mempunyai saudara kandung.
Zaini telah terkantuk. Seketika itu, ia menguap dan tak kuasa menahan kantuknya. Ia memanggil sang ayah untuk mengajak pulang. Pak Mukhlis tersenyum melihat tingkah anaknya itu.Mereka berlima melanjutkan perjalanan untuk pulang.Mereka melewati tiga jalanan yang menanjak.Jalanan yang mereka lalui telah rusak karena sering dilintasi oleh truk bermuatan berat.Karena sudah tak sanggup berjalan, Zaini digendong ayahnya.

Di tengah jalan, Robi melihat gelagat yang mencurigakan dari seseorang.Ia melihat orang itu tegah mengintai rumah Pak Hamdi. Robi segera memberi tahu Pak Mukhlis untuk ikut mengawasi apa yang dilakukan orang mencurigakan itu. Mereka sepakat untuk berhenti berjalan dan bersembunyi di balik semak-semak.

Setelah beberapa saat, orang mencurigakan itu mengendap-endap menuju bagian samping rumah Pak Hamdi. Sementara, Robi, Pak Hamdi, dan ketiga anaknya mengikuti gerak gerik orang itu. Ternyata, orang berbaju hitam dan memakai penutup wajah itu hendak membuka jendela rumah Pak Hamdi dengan alat yang telah disiapkan.Robi sedikit terperanjat dan terlihat takut. Baru kali ini, ia melihat secara langsung tindakan pencurian. Melihat hal itu, Pak Mukhlis cepat tanggap dan menasihati Robi agar tak perlu takut untuk menolong dalam kebaikan. Pak Mukhlis pun mengatur rencana untuk menyekap pencuri itu dari arah belakang. Pak Mukhlis memerintahkan Robi untuk menyekap tubuh pencuri itu, sedang beliau akan melucuti senjatanya. Sementara itu, ketiga anak Pak Mukhlis disuruh menjauh dan mengajak warga untuk menumpas kejahatan tersebut.

Tak lama kemudian, Pak Mukhlis dan Robi semakin mendekat kea rah pencuri itu.Dengan penuh perhitungan, Robi melompat ke arah pencuri itu dan mengikat kedua tangannya.Pak Mukhlis dengan sigap langsung mengambil pisau dan pistol yang berada di pinggang pencuri itu.Kemudian, beliau langsung membantu Robi untuk mengunci tubuh pencuri itu agar tidak bisa bergerak.Selang beberapa saat, Pak Hamdi keluar dari rumahnya.Beliau langsung membuka kedok pencuri itu.Ternyata, pencuri itu adalah Parjo.Ia telah menjadi pengangguran selama beberapa bulan terakhir.

Setelah itu, ketua RT setempat tiba di lokasi kejadian diiringi kedatangan beberapa warga.Mereka sepakat untuk tidak main hakim sendiri. Sehingga, masalah tersebut sepenuhnya akan diserahkan pada pihak yang berwajib. Polisi pun tiba di tempat kejadian dan segera memborgol pencuri itu.
Pak Hamdi mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan Robi dan Pak Mukhlis.Sebenarnya, Pak Hamdi tidak merasa kalau ada yang mengintai dan hendak melakukan pencurian di rumahnya.Oleh karena itu, beliau merasa tertolong oleh kemurahan hati kedua tetangganya itu.Tak lupa, beliau mengucapkan terima kasih pula kepada pihak kepolisian yang telah melayani masyarakat dengan baik.

Akhirnya, semua warga pulang ke rumahnya masing-masing.Pak Mukhlis dan Robi merasa senang bisa membantu sesamanya. Polisi pun sedang dalam perjalanan membawa Parjo untuk diinterogasi lebih lanjut di kantor. Pak Hamdi masuk ke dalam rumahnya dengan hati bersyukur karena kejadian buruk tak jadi menimpanya.Peristiwa malam itu pun menjadi pembelajaran bagi Pak Hamdi dan warga untuk lebih berhati-hati serta meningkatkan keamanan.


Oleh: Arief Eko Priyo Atmojo, mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UNS

0 komentar:

Posting Komentar

uang download

 
Template designed by Liza Burhan