Minggu, 03 November 2013

Menegaskan Status Ibadah Anak Kecil


Dipungkiri atau tidak, pada zaman modern ini anak kecil banyak dilibatkan dalam berbagai kesempatan. Misalnya dalam transaksi jual beli, sewa-menyewa, hutang-piutang, dan sebagainya; atau bahkan tidak jarang kita menjumpai mereka melakukan ibadah haji, umrah, dan ibadah-ibadah yang lain. Kenyataan ini tentu membuat kita sedikit mengerutkan dahi. Karena mengingat anak kecil belum cakap dalam mendistribusikan harta dan belum dikenai kewajiban melakukan ibadah.

Ilustrasi di atas menggambarkan adanya kejanggalan pada anak kecil dikala ia melakukan ibadah. Bahkan  tidak jarang kita mendengar penjelasan bahwa pahala dari ibadah yang dilakukan oleh anak kecil adalah untuk orang tuanya. Hal ini tentu didasarkan bahwa anak kecil belum diwajibkan untuk mengerjakan ibadah semacam shalat, puasa, dan lain-lain.

Dalam bahasa Arab anak kecil dikenal dengan istilah shobi. Kata shobi pada biasanya disematkan pada mereka yang belum baligh. Shobi dikatakan baligh ketika ia sudah ihtilam (mimpi basah), menstruasi bagi wanita, atau telah mencapai umur 15 tahun. Dengan demikian shobi yang asalnya tidak wajib shalat, ketika baligh dan memiliki akal sehat menjadi wajib melaksanakan shalat begitu juga dengan ibadah-ibadah yang lain.

            Shobi dibagi dua; mumayyiz dan ghairu mumayyiz.  Dikatakan mumayyiz jika telah mampu makan, minum dan bersesuci sendiri serta bisa membedakan sesuatu yang manfaat atau bahaya bagi dirinya. Jika tidak demikian, maka disebut ghairu mumayyiz. Perbedaan kedua sebutan ini tentu melahirkan konsekwensi yang berbeda. Oleh karena itu jika shobi mumayyiz mengerjakan shalat maka shalatnya dinilai sah berbeda dengan sholatnya shobi ghori mumayyiz, dinilai tidak sah.

Shobi mengerjakan shalat bukan karena ia dikhitob oleh teks  أقيموا الصلاة akan tetapi karena ada dorongan berupa perintah orang tua. Oleh karena itu, jika shobi tidak mengerjakan shalat maka ia tidak akan mendapat dosa karena shobi belum dikenai kewajiban untuk mengerjakan shalat. Namun demikian, Nabi memerintahkan kepada setiap orang tua agar anaknya mengerjakan shalat dengan harapan kelak ia terbiasa mengerjakannya, dan memukulnya (yang tidak membahayakan) kalau ternyata ia enggan mengerjakan shalat tatkala mencapai usia 10 tahun. Pernyataan nabi yang demikian tertera dalam hadits sohih yang berbunyi:

مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلاَةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِينَ وَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِينَ فَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا (سنن أبي داود, ج. 1 / ص. 158)

Artinya: “Perintahlah olehmu (orang tua) kepada anak-mu untuk melakukan shalat jika ia berumur 7 tahun. Dan pukullah ia jika berumur 10 tahun tidak mengerjakan shalat” 
Dari keterangan hadits di atas jelaslah bahwa shalat yang dilakukan oleh  shobi mumayyiz  adalah anjuran dari Rasulullah.

Mengenai pahala yang sebelumnya di asumsikan untuk kedua orang tuanya ternyata tidak demikian. Dalam kitab ghayatul wusul karangan syaik zakariya al-Anshori dijelaskan bahwa pahala dari shalat yang ia kerjakan untuk ia sendiri. Wallahu a’lam

0 komentar:

Posting Komentar

uang download

 
Template designed by Liza Burhan