Dikirim oleh aan | Pada 30 July,2013 | Dalam Dunia Islam
x-default Empat hari menjelang bulan Ramadan 1434 H, Mesir
digegerkan dengan aksi kudeta yang dilakukan militer bersama pihak-pihak
sekuler terhadap pemerintahan Mohammed Morsi. Peristiwa kudeta ini berlanjut
dengan penutupan pintu Rafah oleh militer. Tak hanya itu, puluhan terowongan
yang menghubungkan Gaza dan Mesir juga dihancurkan hingga kini Gaza tak
memperoleh akses bahan makanan. Kini, Jalur Gaza bak penjara terbesar di dunia.
“Lebih dari 1,7 juta jiwa jumlah penduduk Gaza, hampir 99%
nya mendapatkan makan dan minum serta kehidupan dengan mengandalkan terowongan
tersebut,” ujar seorang WNI yang sedang bertugas menjadi relawan untuk
Palestina, Abdillah Onim dalam keterangan tertulisnya kepada detikRamadan,
Senin (29/7/2013).
Tak hanya itu, sebelah barat wilayah Gaza yang memiliki luas
360 kilometer persegi ini diapit oleh lautan bebas yang telah dijaga ketat kapal
perang militer Israel. Sedangkan di bagian timur Gaza, dibatasi oleh bentangan
kawat berduri yang dialiri listrik tegangan tinggi.
Dari situ dapat terlihat pos penembak jitu tentara Israel
yang tersebar sepanjang wilayah timur Gaza. Para sniper Israel siap menarik
pelatuk senjatanya kapanpun jika memergoki petani Gaza yang beraktivitas.
Sedangkan bagian utara Gaza juga dibatasi oleh tembok kokoh setinggi 19 meter
yang di atasnya terdapat pos penembak jitu militer Israel.
“Ada teman saya mahasiswa di Kairo yang berniat pergi ke
Arafah untuk menjemput seorang relawan Mer-C. Akan tetapi teman saya tersebut
baru sampai jembatan Suez dan pihak militer Mesir menyuruh teman saya untuk
balik arah kembali ke Kairo,” tutur Onim.
Alhamdulillah, begitu memasuki bulan Ramadan yang bertepatan
dengan dihancurkannya terowongan-terowongan Gaza-Mesir, Gaza sedang mengalami
musim sayur dan buah-buahan. Bahan makanan yang tak banyak ini yang menjadi
tumpuan hidup warga Gaza selama beberapa hari.
Meski dikepung dari segala penjuru, rakyat Gaza tetap
menjalankan ibadah bulan Ramadan dengan khusyuk. Mereka menghabiskan waktunya
dengan membaca Alquran di masjid dan aktivitas dakwah lainnya. Masjid-masjid
pun penuh saat salat taraweh.
Sejak penutupan Rafah dan penghancuran terowongan, bahan
makanan yang dijual di pasar-pasar mulai langka. Rak-rak di toko sudah mulai
kosong, harganya pun melambung. “Biaya hidup di Gaza sudah mulai terasa sangat
tinggi, akan tetapi Alhamdulillah hingga saat ini Allah SWT masih memberikan
kemudahan untuk makan dan paling utama adalah nikmat iman dan kesehatan yang
masih melekat di dalam diri dan hati ini,” lanjutnya.
Abdillah mengatakan bahwa meski kondisinya semakin sulit,
perjuangan untuk mempertahankan tanah Palestina serta perjuangan merebut
hak-hak warga Palestina harus tetap di mata dan di hati. “Wahai umat Islam di
Indonesia, pembebasan Masjid Al Aqsa bukan hanya kewajiban bagi bangsa Arab
tetapi juga kewajiban bagi umat Islam di Indonesia,” ujar relawan yang telah
menikah dengan muslimah Palestina dan telah memiliki satu anak ini.
0 komentar:
Posting Komentar