Aborsi
bukanlah semata masalah medis atau kesehatan masyarakat, melainkan juga problem
sosial yang terkait dengan paham kebebasan (freedom/liberalism) yang dianut
suatu masyarakat.
Paham asing
ini tak diragukan lagi telah menjadi pintu masuk bagi merajalelanya kasus-kasus
aborsi, dalam masyarakat mana pun. Data-data statistik yang ada telah
membuktikannya.
Di luar
negeri, khususnya di Amerika Serikat, dua badan utama, yaitu Federal Centers
for Disease Control (FCDC) dan Alan Guttmacher Institute (AGI), telah
mengumpulkan data aborsi yang menunjukkan bahwa jumlah nyawa yang dibunuh dalam
kasus aborsi di Amerika — yaitu hampir 2 juta jiwa — lebih banyak dari jumlah
nyawa manusia yang dibunuh dalam perang mana pun dalam sejarah negara itu.
Sebagai
gambaran, jumlah kematian orang Amerika Serikat dari tiap-tiap perang adalah:
- Perang Vietnam 58.151 jiwa
- Perang Korea 54.246 jiwa
- Perang Dunia II 407.316 jiwa
- Perang Dunia I 116.708 jiwa
- Civil War (Perang Sipil) 498.332 jiwa.
Secara
total, dalam sejarah dunia, jumlah kematian karena aborsi jauh melebihi jumlah
orang yang meninggal dalam semua perang jika digabungkan sekaligus
(www.genetik2000.com).
Data
tersebut ternyata sejalan dengan data statistik yang menunjukkan bahwa
mayoritas orang Amerika (62 %) berpendirian bahwa hubungan seksual dengan
pasangan lain, sah-sah saja dilakukan. Mereka beralasan toh orang lain
melakukan hal yang serupa dan semua orang melakukannya (James Patterson dan
Peter Kim, 1991, The Day America Told The Thruth dalam Dr. Muhammad Bin Saud Al
Basyr, Amerika di Ambang Keruntuhan, 1995, hal. 19).
Bagaimana di
Indonesia? Di negeri yang mayoritas penduduknya muslim ini, sayang sekali ada
gejala-gejala memprihatinkan yang menunjukkan bahwa pelaku aborsi jumlahnya
juga cukup signifikan.
Memang
frekuensi terjadinya aborsi sangat sulit dihitung secara akurat, karena aborsi
buatan sangat sering terjadi tanpa dilaporkan kecuali jika terjadi komplikasi,
sehingga perlu perawatan di rumah sakit. Akan tetapi, berdasarkan perkiraan
dari BKBN, ada sekitar 2.000.000 kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di
Indonesia.
Berarti ada
2.000.000 nyawa yang dibunuh setiap tahunnya secara keji tanpa banyak yang tahu
(Aborsi.net). Pada 9 Mei 2001 Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (waktu itu)
Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa dalam Seminar “Upaya Cegah Tangkal terhadap
Kekerasan Seksual Pada Anak Perempuan” yang diadakan Lembaga Perlindungan Anak
(LPA) Jatim di FISIP Universitas Airlangga Surabaya menyatakan, “Angka aborsi
saat ini mencapai 2,3 juta dan setiap tahun ada trend meningkat.”
(www.indokini.com).
Ginekolog
dan Konsultan Seks, dr. Boyke Dian Nugraha, dalam seminar “Pendidikan Seks bagi
Mahasiswa” di Universitas Nasional Jakarta, akhir bulan April 2001 lalu
menyatakan, setiap tahun terjadi 750.000 sampai 1,5 juta aborsi di Indonesia
(www.suarapembaruan.com).
Dan ternyata
pula, data tersebut selaras dengan data-data pergaulan bebas di Indonesia yang
mencerminkan dianutnya nilai-nilai kebebasan yang sekularistik.
Mengutip
hasil survei yang dilakukan Chandi Salmon Conrad di Rumah Gaul binaan Yayasan
Pelita Ilmu Jakarta, Prof. Dr. Fawzia Aswin Hadis pada Simposium Menuju Era
Baru Gerakan Keluarga Berencana Nasional, di Hotel Sahid Jakarta mengungkapkan
ada 42 % remaja yang menyatakan pernah berhubungan seks; 52 % di antaranya
masih aktif menjalaninya.
Survei ini dilakukan
di Rumah Gaul Blok M, melibatkan 117 remaja berusia sekitar 13 hingga 20 tahun.
Kebanyakan dari mereka (60 %) adalah wanita. Sebagian besar dari kalangan
menengah ke atas yang berdomisili di Jakarta Selatan (www.kompas.com).
Berdasarkan
hal ini, dapat disimpulkan bahwa aborsi memang merupakan problem sosial yang
terkait dengan paham kebebasan (freedom/liberalism) yang lahir dari paham
sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan (Abdul Qadim Zallum, 1998).
Terlepas
dari masalah ini, hukum aborsi itu sendiri memang wajib dipahami dengan baik
oleh kaum muslimin, baik kalangan medis maupun masyarakat umumnya. Sebab bagi
seorang muslim, hukum-hukum Syariat Islam merupakan standar bagi seluruh
perbuatannya.
Selain itu
keterikatan dengan hukum-hukum Syariat Islam adalah kewajiban seorang muslim
sebagai konsekuensi keimanannya terhadap Islam. Allah SWT berfirman:
“Maka demi
Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu
(Muhammad) sebagai pemutus perkara yang mereka perselisihkan di antara mereka.” (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).
“Dan tidak
patut bagi seorang mu`min laki-laki dan mu`min perempuan, jika Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang
lain) tentang urusan mereka.” (Qs. al-Ahzab [33]: 36).
Sekilas
Fakta Aborsi
Aborsi
secara umum adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu)
sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan. (JNPK-KR,
1999) (www.jender.or.id) Secara lebih spesifik, Ensiklopedia Indonesia
memberikan pengertian aborsi sebagai berikut:
“Pengakhiran
kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat
1.000 gram.”
Definisi
lain menyatakan, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Aborsi merupakan
suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk
bertumbuh (Kapita Seleksi Kedokteran, Edisi 3, halaman 260).
Dalam dunia
kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1. Aborsi
Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus
2. Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis
3. Aborsi Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum
2. Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis
3. Aborsi Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum
- Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun.
Kebanyakan disebabkan
karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
- Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis
Adalah
pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh
calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun
beranak).
- Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum
Adalah
pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh,
calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau
penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin
yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan
tidak tergesa-gesa (www.genetik2000.com).
Pelaksanaan
aborsi adalah sebagai berikut. Kalau kehamilan lebih muda, lebih mudah
dilakukan. Makin besar makin lebih sulit dan resikonya makin banyak bagi si
ibu, cara-cara yang dilakukan di kilnik-klinik aborsi itu bermacam-macam,
biasanya tergantung dari besar kecilnya janinnya.
1. Abortus
untuk kehamilan sampai 12 minggu
- Biasanya dilakukan dengan MR/ Menstrual Regulation yaitu dengan penyedotan (semacam alat penghisap debu yang biasa, tetapi 2 kali lebih kuat).
2. Pada
janin yang lebih besar (sampai 16 minggu)
- Dengan cara Dilatasi & Curetage.
3. Sampai 24
minggu.
- Di sini bayi sudah besar sekali, sebab itu biasanya harus dibunuh lebih dahulu dengan meracuni dia. Misalnya dengan cairan garam yang pekat seperti saline. Dengan jarum khusus, obat itu langsung disuntikkan ke dalam rahim, ke dalam air ketuban, sehingga anaknya keracunan, kulitnya terbakar, lalu mati.
4. Di atas
28 minggu
- Biasanya dilakukan dengan suntikan prostaglandin sehingga terjadi proses kelahiran buatan dan anak itu dipaksakan untuk keluar dari tempat pemeliharaan dan perlindungannya.
5. Juga
dipakai cara operasi Sesaria seperti pada kehamilan yang biasa
(www.genetik2000.com).
Dengan
berbagai alasan seseorang melakukan aborsi tetapi alasan yang paling utama
adalah alasan-alasan non-medis. Di Amerika Serikat alasan aborsi antara lain:
1. Tidak
ingin memiliki anak karena khawatir menggangu karir, sekolah, atau tanggung
jawab yang lain (75%)
2. Tidak
memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%)
3. Tidak
ingin memiliki anak tanpa ayah (50%)
Alasan lain
yang sering dilontarkan adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang hamil
di luar nikah), aib keluarga, atau sudah memiliki banyak anak. Ada orang yang
menggugurkan kandungan karena tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Mereka
tidak tahu akan keajaiban-keajaiban yang dirasakan seorang calon ibu, saat
merasakan gerakan dan geliatan anak dalam kandungannya.
Alasan-alasan
seperti ini juga diberikan oleh para wanita di Indonesia yang mencoba
meyakinkan dirinya bahwa membunuh janin yang ada di dalam kandungannya adalah
boleh dan benar. Semua alasan-alasan ini tidak berdasar.
Sebaliknya,
alasan-alasan ini hanya menunjukkan ketidak pedulian seorang wanita,yang hanya
mementingkan dirinya sendiri (www.genetik2000.com).
Data ini
juga didukung oleh studi dari Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (199
yang menyatakan bahwa
- Hanya 1% kasus aborsi karena perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah)
- 3% karena membahayakan nyawa calon ibu,
- 3% karena janin akan bertumbuh dengan cacat tubuh yang serius.
- Sedangkan 93% kasus aborsi adalah karena alasan-alasan yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri termasuk takut tidak mampu membiayai, takut dikucilkan, malu, atau gengsi
(www.genetik2000.com).
Aborsi
Menurut Hukum Islam
Dr.
Abdurrahman Al Baghdadi (199 dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam Islam
halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah
ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu
setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha)
sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi
dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya
mengharamkannya.
Yang
memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596
M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang
bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang
mengalami pertumbuhan.
Yang
mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M)
dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan
Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa
sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram,
sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan
persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang
harus dihormati dan dilindungi eksistensinya.
Akan makin
jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan
lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai
dibuang atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum
Islam, halaman 81; M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada
Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, halaman 57; Cholil Uman, 1994, Agama
Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, halaman 91-93; Mahjuddin, 1990,
Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini,
halaman 77-79).
Pendapat
yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah
ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh
terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata
bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
“Sesungguhnya
setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk
‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk
‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi].
Maka dari
itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti
membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori
pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i
berikut. Firman Allah SWT:
“Dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan
rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-An’aam [6]: 151).
“Dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan
memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-Isra` [17]: 31).
“Dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan
dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).” (Qs. al-Isra` [17]: 33).
“Dan apabila
bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.” (Qs. at-Takwiir [81]: 8-9)
Berdasarkan
dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau
telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah
suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.
Adapun
aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di atas, para
fuqoha berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan tetapi menurut pendapat Syaikh
Abdul Qadim Zallum (199 dan Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998), hukum syara’
yang lebih rajih (kuat) adalah sebagai berikut.
Jika aborsi
dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari
usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram.
Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniu¬pan ruh
ke dalam janin.
Sedangkan
pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh
(ja’iz) dan tidak apa-apa. (Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem
Kontemporer Dalam Pandangan Islam: Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi
Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, halaman 45-56;
Dr. Abdurrahman Al Baghdadi, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, halaman 129
).
Dalil syar’i
yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam
adalah hadits Nabi Saw berikut:
“Jika nutfah
(gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang
malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat
pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya.
Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), ‘Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau
tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah kemudian memberi
keputusan…” [HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a.].
Dalam
riwayat lain, Rasulullah Saw bersabda:
“(jika
nutfah telah lewat) empat puluh malam…”
Hadits di
atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan
anggota-anggota tubuhnya, adalah sete¬lah melewati 40 atau 42 malam.
Dengan
demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin
yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud
dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya.
Berdasarkan
uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter, diharamkan
menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur 40 hari.
Siapa saja
dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah berbuat dosa
dan telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin
yang gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh
diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam
hadits shahih dalam masalah tersebut. Rasulullah Saw bersabda :
“Rasulullah
Saw memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan
yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak
laki-laki atau perempuan…” [HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah r.a.] (Abdul Qadim Zallum, 1998).
Sedangkan
aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh
(ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum
menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan
darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal
sebagai manusia.
Di samping
itu, pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat disamakan
dengan ‘azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
kehamilan. ‘Azl dilakukan oleh seorang laki-laki yang tidak menghendaki
kehamilan perempuan yang digaulinya, sebab ‘azl merupakan tindakan mengeluarkan
sperma di luar vagina perem¬puan.
Tindakan ini
akan mengakibatkan kematian sel sperma, sebagaimana akan mengakibatkan matinya
sel telur, sehingga akan mengakibatkan tiadanya pertemuan sel sperma dengan sel
telur yang tentu tidak akan menimbulkan kehamilan.
Rasulullah
Saw telah membolehkan ‘azl kepada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau
mengenai tindakannya menggauli budak perempuannya, sementara dia tidak
mengingin¬kan budak perempuannya hamil. Rasulullah Saw bersabda kepadanya:
“Lakukanlah
‘azl padanya jika kamu suka!” [HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud].
Namun
demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun
setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa
keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya
sekaligus.
Dalam
kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan
kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh
ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT:
“Barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Qs. al-Maa’idah [5]: 32) .
Di samping
itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan
Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah Saw
bersabda:
“Sesungguhnya
Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula
obatnya. Maka berobatlah kalian!” [HR. Ahmad].
Kaidah fiqih
dalam masalah ini menyebutkan:
“Idza
ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabi akhaffihima”
“Jika
berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih
ringan madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al
Fiqhiyah, halaman 35).
Berdasarkan
kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika keberadaan
kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya.
Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat.
Begitu pula
hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu
mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih
ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan
kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut. (Dr. Abdurrahman Al Baghdadi, 1998).
Pendapat
yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur dengan sel
sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan, adalah pendapat
yang tidak kuat. Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah pertemuan
sel telur dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma itu sendiri sudah
ada kehidupan, begitu pula dalam sel telur, meski kedua sel itu belum bertemu.
Kehidupan
(al hayah) menurut Ghanim Abduh dalam kitabnya Naqdh Al Isytirakiyah Al
Marksiyah (1963) halaman 85 adalah “sesuatu yang ada pada organisme hidup.”
(asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi).
Ciri-ciri
adanya kehidupan adalah adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan
nutrisi, perkembangbiakan, dan sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini,
maka dalam sel telur dan sel sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya
sudah terdapat kehidupan, sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada
kehidupan, niscaya tidak akan dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel
sperma. Jadi, kehidupan (al hayah) sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel
sperma sebelum terjadinya pembuahan, bukan hanya ada setelah pembuahan.
Berdasarkan
penjelasan ini, maka pendapat yang mengharamkan aborsi setelah pertemuan sel
telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, adalah pendapat yang
lemah, sebab tidak didasarkan pada pemahaman fakta yang tepat akan pengertian
kehidupan (al hayah).
Pendapat
tersebut secara implisit menyatakan bahwa sebelum terjadinya pertemuan sel
telur dan sel sperma, berarti tidak ada kehidupan pada sel telur dan sel
sperma. Padahal faktanya tidak demikian. Andaikata katakanlah pendapat itu
diterima, niscaya segala sesuatu aktivitas yang menghilangkan kehidupan adalah
haram, termasuk ‘azl.
Sebab dalam
aktivitas ‘azl terdapat upaya untuk mencegah terjadinya kehidupan, yaitu
maksudnya kehidupan pada sel sperma dan sel telur (sebelum bertemu). Padahal
‘azl telah dibolehkan oleh Rasulullah Saw. Dengan kata lain, pendapat yang
menyatakan haramnya aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan
alasan sudah adanya kehidupan, akan bertentangan dengan hadits-hadits yang
membolehkan ‘azl.
Kesimpulan
Aborsi bukan
sekedar masalah medis atau kesehatan masyarakat, namun juga problem sosial yang
muncul karena manusia mengekor pada peradaban Barat.
Maka
pemecahannya haruslah dilakukan secara komprehensif-fundamental-radikal, yang
intinya adalah dengan mencabut sikap taqlid kepada peradaban Barat dengan
menghancurkan segala nilai dan institusi peradaban Barat yang bertentangan
dengan Islam, untuk kemudian digantikan dengan peradaban Islam yang manusiawi
dan adil.
Hukum aborsi
dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika umur kehamilannya sudah
4 (empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin. Untuk janin yang berumur
di bawah 4 bulan, para ulama telah berbeda pendapat.
Jadi ini
memang masalah khilafiyah. Namun menurut pemahaman kami, pendapat yang rajih
(kuat) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42
(empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan
janin, maka hukumnya haram. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum
mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Wallahu a’lam
Referensi :
Abduh,
Ghanim, 1963, Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah, t.p., t.tp
Al Baghdadi,
Abdurrahman, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, Gema Insani Press, Jakarta
Hakim, Abdul
Hamid,1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah,
Sa’adiyah Putera, Jakarta
Hasan, M.
Ali, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum
Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta
Mahjuddin,
1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa
Kini, Kalam Mulia, Jakarta
Uman,
Cholil, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, Ampel Suci,
Surabaya
Zallum,
Abdul Qadim, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam :
Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh
Buatan, Definisi Hidup dan Mati, Al-Izzah, Bangil
Zuhdi,
Masjfuk, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, Haji Masagung,
Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar