Kudapati seorang wanita rupawan duduk rapi menadakan
tangannya mengharapkan do’anya dikabulkan oleh sang ilahi, ia menangis
mengeluarkan bulir-bulir mutiara segarnya setelah seharian penuh ia bekerja,
aku melihatnya dan memandangnya dengan senyuman, “itu bundaku” wanita tegar
yang nampak gagah di usianya yang tak muda lagi, ingin rasanya kupeluk ia dari
belakang lalu ku tenangkan ia… Tapi, tapi aku tidak bisa…Yang selalu kuharapkan
adalah agar allah swt selalu melindunginya dan selalu menenangkannya di saat ia
bersedih, ia terbangun dari duduknya membuka mukena indahnya dari tubuh
rentahnya, hatiku bergetar tatkala bunda melihat ke arahku, ia melihatku dengan
cinta tapi apa yang sering aku lakukan, aku tak pernah menyadari bahwa ia
menatapku dengan hati tulusnya, “bunda andai bisa aku berikan separuh hidupku,
akan aku berikan itu karena bunda lebih membutuhkannya daripada aku, sungguh
bisakah aku hidup tanpamu bunda?”
Ku rasakan tangannya mengelus wajahku yang lembut, 14 tahun
aku hidup aku belum pernah mendengar suaranya dan berbicara dengan suaraku
padanya, memang dari kecil aku sudah didiagnosa oleh dokter mengidap gangguan
pada pita suaraku yang pada akhirnya juga merusak syaraf di telingaku, awalnya
memang aku sangat putus asa melihat keadaanku tapi bunda selalu meyakinkan
bahwa allah swt tidak pernah menciptakan makhluknya dalam keadaan sia-sia,
begitupun aku. Aku yakin allah swt tidak tidur, ia pasti melihat betapa
tegarnya bundaku, ia pasti melihat betapa sabarnya bundaku, dan ia pasti
melihat betapa ikhlasnya bundaku dengan cobaan yang ia berikan khusus untuk
menaikkan derajat bundaku.
“fatimah” kulihat lekukan bibir bunda memanggil namaku, tak
ada suara hanya nampak saja, aku masih bersyukur allah swt masih mengizinkan
kedua mataku ini berfungsi dengan begitu aku masih dapat melihat indahnya wajah
bunda dan menawannya senyum bunda, aku menoleh ke arahnya ia mulai menggerakkan
tangannya membentuk suatu kalimat yang khusus bunda pelajari untuk
berkomunikasi denganku “mau makan?”
Aku mengangguk ia mulai mengelus kepalaku dengan senyuman dan beranjak pergi meninggalkanku.
Tanganku bergetar-tanganku bergetar aku merasakan setetes
demi setetes air mataku jatuh. Hangat, itu yang aku rasakan ku hapus air mata
itu setiba bunda di hadapanku ia memegang sepiring nasi beserta lauk
menghadapku yang tertunduk lesu “ada apa?” gerakan tangannya melemas
“bunda, terima kasih” ku balas dengan gerakan tanganku yang agak cepat
“untuk apa?”
“untuk keikhlasanmu menerima dan mengasuhku”
Bunda mendekatkan wajahnya padaku dan mencium keningku “seharusnya bunda yang berterima kasih sebab fatimah mau bersabar sebab memiliki ibu seperti bunda”
Melihat gerakan tangannya yang seperti itu membuat hatiku semakin kuat, “ya allah, terima kasih sebab engkau telah memberikan hambamu yang penuh kekurangan ini, seorang bidadari yang amat mencintai hambamu ini, terima kasih ya allah”, syukurku dalam hati
Keesokan harinya, aku duduk termenung di teras rumahku yang
amat sangat sederhana, aku melihat anak seumuranku pergi sekolah dengan
girangnya, andai aku bisa bersekolah, tapi sudahlah apa mau dikata, plakk
seseorang memukul ringan pundakku, pasti itu bunda, ia tersenyum padaku seraya
berkata “bunda pergi dulu”
Aku menyalami tangannya yang kasar akibat terlalu banyak
bekerja, sepeninggal ayah, bunda bekerja sebagai seorang penjual getuk
keliling, terkadang kasihan melihatnya banting tulang, aku pernah memintanya
agar membawaku ikut serta dalam berdagang tapi bunda tidak pernah mengizinkanku
dengan alasan siapa yang akan mengurus rumah.
“assalamualaikum wr. Wb”
“waalaikumsalam wr. Wb, semoga allah swt selalu melindungi bunda di setiap langkah bunda”
Malamnya bunda pulang dengan senyuman, entah sudah berapa
ratus kali bunda memberikan senyuman termanisnya untukku, “alhamdulillah”
ucapku dalam hati, bunda mengangkat kantong hitam di tangannya menunjukkan
padaku, aku bersorak sebab dari pagi tadi aku belum makan, ku buka bungkusan
itu sembari bunda meletakkan bakulnya di atas tikar jerami yang biasanya kami
tiduri, “ayo makan” ucap bunda
Walau aku tak mendengarnya tapi aku tau ia mengetakan hal
itu, kulihat nasinya sangat sedikit ditambah lauk yang sama sedikitnya aku
menoleh ke arah bunda “ayo bunda kita makan sama-sama, aku sudah agak kenyang,
jadi tak mungkin habis olehku sendiri”
Bunda mendekat “fatimah, 14 tahun sudah kita hidup bersama
dengan izin allah swt di dunia ini, jadi bunda sudah tau sifatmu yang sangat
baik itu, bagaimana mungkin seorang gadis yang ditinggalkan ibunya bekerja
selama seharian penuh tanpa sepeser uang pun bisa makan?”
Aku mengangguk
“sini, biar bunda suapi” lagi dan lagi ku lihat mata bunda
berair, kali ini aku mencoba memberanikan diri untuk memeluk bunda, ku dekap
dalam-dalam tubuhnya yang mungil dan menangis deras disana, bunda mengelus
jilbabku dan mengangkat kepalaku mendongak menghadapnya dan membuat tangannya
memainkan jemarinya yang kurus “jika nanti fatimah tumbuh dewasa, jadilah
seorang wanita yang sholeha agar dapat mendo’akan bunda nantinya” aku
mengangguk dan kembali menangis dalam dekapan bunda.
Paginya, seperti biasa bunda berangkat dengan mengucapkan
salam padaku “assalamualaikum wr. Wb” lalu kujawab dalam hati dengan penuh
nikmat “waalaikumsalam wr. Wb” entah mengapa hari ini aku sangat susah melepas
kepergian bunda, “ya allah, semoga tidak ada kejadian buruk yang terjadi pada
bunda” do’aku dalam hati, aku melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah dan
mengerjakan rutinitasku yang biasa, tapi tak lama kemudian takdir berkata lain,
seorang tetangga memukul-mukul bahuku dengan keras entah apa yang sedang
dilakukan oleh mang budi padaku ia menarik tanganku menuju jalan tol yang agak
jauh dari rumah kami, “astagfirullahalazim,” aku berteriak dalam hati melihat
bundaku lemas tak berdaya dibopong banyak orang masuk ke dalam ambulance, aku
menyusul bunda dengan air mata yang tak beraturan keluarnya, istigfar, dzikir
dan do’a tak hentinya aku lantunkan dalam hati ini, berharap agar allah swt
selalu melindungi bunda, setibanya di rumah sakit bunda langsung dibawa ke
ruang ugd dengan rasa was-was aku menunggui bunda hingga 2 jam berlalu seorang
dokter keluar dari ruang ugd dan dengan sigap aku berdiri menemuinya, ku
gerakkan tanganku nampaknya dokter itu tak mengerti jadi kuambil pena dan
secari kertas dari seorang suster yang hampir marah dengan tingkahku, kalimat
demi kalimat kutulis “dok, bagaimana keadaan bunda saya”
“bunda adik dalam keadaan kritis dan sangat memerlukan donor darah, donor mata serta ada sedikit luka yang cukup parah sehingga harus ditampal dengan kulit”
“ada apa dengan mata bunda saya dok?”
“sepertinya ada benturan yang menyebabkan gangguan pada sistem syaraf mata bunda adik, sehingga tidak dapat berfungsi lagi”
“astagfirullah” aku terduduk menangis tersedu-sedu lalu seketika aku ingat tempat seharusnya aku menangis dan mengadu
“dok, mushola dimana?”
“lurus dan belok kanan”
“terima kasih dok, assalamualaikum wr. Wb”
“waalaikumsalam wr. Wb”
Aku berlari dengan secepat kilat, mengambil air wudhu yang
sangat membuatku segar, aku bersimpuh memohon ampunan pada allah swt dan
memohon petunjuk dari allah swt, aku menagis tersedu-sedu mengingat betapa
banyaknya aku melalaikan kewajibanku sebagai seorang hamba pada allah swt, dan
aku banyak melalaikan tugasku sebagai anak dari bundaku yang sekarang sedang
terkulai lemah di dalam tidurnya, “ya allah, jika ini memang takdirku dan jika
ini memang sudah ketentuan darimu, aku siap, demi bundaku dan demi pengorbanan
bundaku, aku berserah diri padamu ya rabb, tuntunlah aku dalam jalanmu hingga
aku menghembuskan nafas terakhirku nanti, lailahailallah…” ku mantapkan
langkah, ku mantapkan niatku, ku buka mukena yang tadinya membungkus tubuhku,
ku hela nafas di setiap hembusan nafasku ku ucapkan dzikir, lalu aku berjalan
keluar mushola dan meminta secarik kertas dan pena… Kulukiskan semua kata-kata
indah untuk bunda…
“dik, apa anda siap?” kubaca gerakan bibir dokter itu, aku
mengangguk tapi sebelumnya aku memberikan surat yang tadinya kubuat untuk
bunda, jika saja sesuatu yang buruk terjadi padaku, dokter itu menerima suratku
dan tersenyum, aku menutup mataku, kurasakan tempat tidurku didorong menuju
ruang operasi “bunda, maafkan aku… Bismillahirahmanirahim… Lailahailallah… Ya
allah aku bersaksi bahwa tiada tuhan melainkan engkau ya allah dan nabi
muhammad adalah utusan allah…” ku pejamkan mataku dengan nafas yang amat sangat
ringan…
Bismillahirahmanirahim
Assalamualaikum wr. Wb
Bagaimana kabar bunda?
Bunda, maafkan anakmu ini jika banyak kesalahan, dan banyak
sekali hal bodoh yang fatimah lakukan pada bunda, bunda mau kan memaafkan
fatimah.
Bunda tak usah khawatir, fatimah pasti bisa masuk syurganya
allah swt, mau tau kenapa karena bunda pasti akan selalu mendo’akan fatima kan?
Bunda janji ya? Dan maaf bunda janji fatimah untuk jadi anak yang sholeha dan
dapat mendo’akan bunda tidak bisa terwujud, malah sekarang bunda yang
mendo’akan fatimah,
Bunda fatimah sangat senang karena allah swt memberikan fatimah yang penuh kekurangan ini seorang bunda yang sabar dan senangtiasa mencintai fatimah sampai akhir hayat fatimah menjemput…
Bunda, bunda harus janji sama fatimah, kita harus bertemu di
syurga nanti, tentunya kita satu keluarga ada ayah, bunda dan fatimah.
Insyaallah…
Bunda, bunda harus kuat, walaupun yang bunda kenakan itu mata
fatimah yang cengeng, bunda mata fatimah itu belum bisa membalas semua
pengorbanan bunda selama fatimah hidup, bunda yang melahirkan fatimah, bunda
yang mengasuh fatimah, bunda yang memberi fatimah motivasi agar fatimah menjadi
sosok seorang anak yang kuat, bunda terima kasih untuk cinta tulus dan kasih
sayang yang bunda berikan pada fatimah, fatimah sangat ingin bersama bunda tapi
fatimah harus bersabar insyaallah, allah swt akan mengizinkan fatimah bersama
bunda kekal selamanya di syurga nanti, bunda sekali lagi fatimah minta maaf
karena harus pergi meninggalkan bunda, tapi tenang bunda, allah swt pasti
menjaga bunda. Bunda, fatimah sangat mencintai bunda, sangat mencintai bunda,
sangat mencintai bunda…
“ya allah, ya rabb, hamba mohon lindungilah bunda dimanapun
ia berada, sayangilah dia seperti ia menyayangi fatimah, hapuslah air matanya
ketika ia bersedih, dan masukkanlah ia kedalam syurgamu… Amin”
0 komentar:
Posting Komentar