Dipungkiri
atau tidak, pada zaman modern ini anak kecil banyak dilibatkan dalam
berbagai kesempatan. Misalnya dalam transaksi jual beli, sewa-menyewa,
hutang-piutang, dan sebagainya; atau bahkan tidak jarang kita menjumpai
mereka melakukan ibadah haji, umrah, dan ibadah-ibadah yang lain.
Kenyataan ini tentu membuat kita sedikit mengerutkan dahi. Karena
mengingat anak kecil belum cakap dalam mendistribusikan harta dan belum
dikenai kewajiban melakukan ibadah.
Ilustrasi di atas
menggambarkan adanya kejanggalan pada anak kecil dikala ia melakukan
ibadah. Bahkan tidak jarang kita mendengar penjelasan bahwa pahala dari
ibadah yang dilakukan oleh anak kecil adalah untuk orang tuanya. Hal
ini tentu didasarkan bahwa anak kecil belum diwajibkan untuk mengerjakan
ibadah semacam shalat, puasa, dan lain-lain.
Dalam bahasa Arab anak kecil dikenal dengan istilah shobi. Kata shobi pada biasanya disematkan pada mereka yang belum baligh. Shobi dikatakan baligh ketika ia sudah ihtilam (mimpi basah), menstruasi bagi wanita, atau telah mencapai umur 15 tahun. Dengan demikian shobi yang asalnya tidak wajib shalat, ketika baligh dan memiliki akal sehat menjadi wajib melaksanakan shalat begitu juga dengan ibadah-ibadah yang lain.
Shobi dibagi dua; mumayyiz dan ghairu mumayyiz. Dikatakan mumayyiz
jika telah mampu makan, minum dan bersesuci sendiri serta bisa
membedakan sesuatu yang manfaat atau bahaya bagi dirinya. Jika tidak
demikian, maka disebut ghairu mumayyiz. Perbedaan kedua sebutan ini tentu melahirkan konsekwensi yang berbeda. Oleh karena itu jika shobi mumayyiz mengerjakan shalat maka shalatnya dinilai sah berbeda dengan sholatnya shobi ghori mumayyiz, dinilai tidak sah.
Shobi
mengerjakan shalat bukan karena ia dikhitob oleh teks أقيموا الصلاة
akan tetapi karena ada dorongan berupa perintah orang tua. Oleh karena
itu, jika shobi tidak mengerjakan shalat maka ia tidak akan mendapat dosa karena shobi
belum dikenai kewajiban untuk mengerjakan shalat. Namun demikian, Nabi
memerintahkan kepada setiap orang tua agar anaknya mengerjakan shalat
dengan harapan kelak ia terbiasa mengerjakannya, dan memukulnya (yang
tidak membahayakan) kalau ternyata ia enggan mengerjakan shalat tatkala
mencapai usia 10 tahun. Pernyataan nabi yang demikian tertera dalam
hadits sohih yang berbunyi:
مُرُوا
الصَّبِيَّ بِالصَّلاَةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِينَ وَإِذَا بَلَغَ
عَشْرَ سِنِينَ فَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا (سنن أبي داود, ج. 1 / ص. 158)
Artinya: “Perintahlah
olehmu (orang tua) kepada anak-mu untuk melakukan shalat jika ia
berumur 7 tahun. Dan pukullah ia jika berumur 10 tahun tidak mengerjakan
shalat”
Dari keterangan hadits di atas jelaslah bahwa shalat yang dilakukan oleh shobi mumayyiz adalah anjuran dari Rasulullah.
Mengenai pahala yang
sebelumnya di asumsikan untuk kedua orang tuanya ternyata tidak
demikian. Dalam kitab ghayatul wusul karangan syaik zakariya al-Anshori
dijelaskan bahwa pahala dari shalat yang ia kerjakan untuk ia sendiri. Wallahu a’lam
0 komentar:
Posting Komentar